Kisah-kisah Unik Tentang Orang Buna di Lamaknen, Belu, NTT

Identitas Saya

Foto saya
Atambua, Timor, Nusa Tenggara Timur, Indonesia
Hidup hanya bisa disyukuri. Banyak hal di luar jangkauan pikir saya, bukan karena Tuhan tidak percaya kekuatanku melainkan karena Tuhan mengasihi ku secara pasti. Keempat saudara/i ku telah kembali secepat itu, membuat orang menduga kematianku akan secepat itu pula. Tetapi lain dugaan manusia, Allah punya rencana tersendiri bagiku hingga saat ini. Kepadaku malah diserahkan 4 anak menggantikan kehadiran ke-4 saudara/i ku yang telah pergi....justru setelah menikah dengan Maria Ansila tanpa kehadiran ayah dan ibu kandungku. Sejak 2003 yang lalu saya bekerja di SMAK Suria Atambua sebagai guru. Dan pada Agustus 2017 mendapat tugas baru di SMAN 2 Tasifeto Timur di Sadi, Kecamatan Tasifeto Timur, Belu.

Kamis, 14 Oktober 2010

Robon

Kata "Robon" atau yang lazim diucap "dobon" ini arti denotasinya adalah menggantung diri. Misalnya seorang anak kecil memanjat pohon, lalu menggantung diri. Namun dalam pergaulan setiap hari kata ini sering digunakan dalam pengertian lain. Secara konotatif, kata "robon" atau "dobon" digunakan dengan arti lain "sanksi adat". Neto gege robon ta' artinya saya masih menuntut pertanggungjawabannya atas kekilafan tertentu. Atau saya menanti sanksi adat yang harus dia tanggung dalam relasinya dengan saya.
Tujuannya sangat positif, karena dengan demikian, siapapun diajak untuk senantiasa menjaga kata-frase-kalimat yang menyinggung perasaan apalagi melukai hati orang lain. Orang harus bersikap dan bertingkah laku yang layak dan sopan.
Sebagai ketentuan hukum yang tidak tertulis, "robon" tidak didasarkan uraian rinci yang dapat menjawab segala macam kemungkinan. Melainkan hanya mengikuti kebiasaan yang lazim di wilayah tertentu. Sanksi biasanya agak ringan, misalnya harus menyiapkan sopi 1 botol yang dihidangkan saat makan bersama.
Orang Buna' yang tersinggung dan "robon" biasanya mengungkapkan kekesalannya terhadap orang atau pihak tertentu saat makan bersama pada salah satu moment. Misalnya saat ada anggota keluarga yang meninggal dunia. Dalam ceritera ketika makan bersama, yang biasanya selalu dengan hidangan minuman beralkohol, orang yang "robon" mulai curhat menyatakan kesal atas kekilafan orang tertentu.
Kisah kejadian dirunut berdasarkan tempat ataupun secara kronologis. Yang bersalah diminta mendengarkan dengan setia. Kadang ada protes, pembenaran diri, namun biasanya yang lebih muda mengalah. Dengan rasa hormat dan penghargaan tinggi kepada yang berusia lebih dewasa, orang yang tutur kata atau sikap dan atau tingkah lakunya dipersoalkan, siap membayar upah salahnya.
Tentunya tujuan akhirnya satu yakni kebersamaan, persaudaraan, kekeluargaan, hormat-menghormati, damai dan cinta. Yah.... yang salah perlu berubah. Kepadanya diberi waktu menata diri, tanpa harus dikucilkan.... Semua itu demi ....... bonum comunae.....

Senin, 03 Mei 2010

Terjemahan Terbalik

Istri dan anak sulung saya, Ricky, tertawa terbahak-bahak ketika mendengar putra kedua saya, Charly, berapi-api ceritera bangga bahwa ia pernah melihat “api kereta” padahal yang dimaksud “kereta api”. Sangat masuk akal jika seorang anak tanpa pengalaman sedikit pun tentang apa itu kereta api, selain hanya pernah menonton di televisi salah menyebut benda yang agak asing baginya. Dan memang juga karena anak usia balita masih sulit mengkomunikasikan banyak hal dan kata-kata secara tepat, maka salah ucap susunan frase demikian mesti dianggap lumrah.

Namun sebetulnya istri dan si sulung terbahak-bahak, karena punya pengalaman bahwa kadang orang Buna’ memang suka membolak-balikan kata-kata atau sususan kata-kata dalam kalimat, jika belum fasih benar dalam menggunakan Bahasa Indonesia.

Saya akhirnya sadar bahwa terkadang saya juga digoda perasaan malu dan was-was, jika ada orang Buna’ mendapat kesempatan bicara di depan umum. Karena ada kecendrungan membahasakan gagasannya secara terbalik, jika dibandingkan dengan susunan kalimat yang baku dalam Bahasa Indonesia.

Misalnya: Saya akan pergi ke Atambua (Bahasa Indonesia) akan diterjemahkan dengan kalimat dalam Bahasa Buna’: Neto Atambua mal gie. Sebuah terjemahan yang bakal menyulitkan orang yang baru belajar berbahasa Buna’. Sebab kalimat dalam Bahasa Buna’ di atas jika diterjemahkan persis sesuai urutan kata-kata tersebut menjadi Saya Atambua pergi akan. Sebuah rangkaian kata dengan makna yang tidak jelas.

Agar lebih jelas saya coba memberi contoh lain:
Michael menunggang kuda : Michael kura sa’e (S+O+P)
Kami makan ikan : Nei ikan gia (S+O+P)
Kuda makan rumput : Kura u a (S+O+P)
Kita makan nasi : I a a (S+O+P)
Jadi umumnya kalimat yang berpredikat kata kerja menuruti pola kalimat subyek + obyek + predikat
Berbeda dengan kalimat-kalimat berikut:
Mereka hidup baik-baik : Hala’i u loi-loi (S+P+Ket)
Suaranya merdu sekali : Giol koen porsa (S+P)
Kepalanya besar : Gubul masak (S+P)
Rambut panjang : Aru’ legul (S+P)
Kita hidup : I u (S+P)
Lain lagi dengan kalimat-kalimat berikut ini:
Dia tidur di sana : Ba’i otagene cier (S+Ket Tempat+P)
Dia datang besok : Ba’i leigie na man (S+Ket Waktu+P)
Engkau duduk di sini : Eto bareno mit (S+Ket Tempat+P)


Kosa Kata:

kura : kuda
sa’e : tunggang
nei : kami
ikan : ikan
gia : makan
u : hidup (ket), rumput (KB)
a : makan (KK), nasi (KB)
i : gigit (menggigitmu, KK sekaligus obyek pelaku II tunggal), kita
hala’i : mereka
loi-loi : baik-baik
giol : suara (suaranya, suara seseorang=pelaku III tunggal)
koen porsa : merdu sekali
gubul : kepalanya (milik pelaku III tunggal)
masak : besar
aru’ : rambut
legul : panjang
ba’i : dia (pelaku III tunggal)
otagene : di sana
cier : tidur
leigie : besok
na : partikel tambahan untuk keterangan waktu leigie (besok)
man : datang
eto : engkau (pelaku II tunggal)
bareno : di sini
mit : duduk

Selasa, 27 April 2010

Holon Tama

Holon berarti "menangis", bisa juga sebagai kata benda "tangisan" atau "ratapan". Tama artinya "masuk", bisa juga digunakan untuk pergi ke suatu tempat, rumah atau memasuki sebuah kampung.
Holon Tama yang dimaksud adalah rapatan pada saat anggota keluarga tertentu meninggal dunia. Biasanya saat melayat jenasah, orang Bunaq, terlebih kaum wanita pergi dalam kelompok-kelompok kecil. Di rumah duka, sambil mengelilingi jenasah, para wanita itu menangis meraung-raung sambil mengisahkan riwayat hidup anggota keluarga yang meninggal dunia itu. Tentunya hanya sejauh yang mereka ingat.
Yang unik bagi orang dari daerah lain, yaitu rapatan mereka seperti sebuah koor. Salah satu dari antara mereka menjadi solo tunggal. Dia membawakan Holon Bul, lalu dijawab serempak oleh pelayat lainnya yang disebut Holon Zewen.
Syair dalam Holon Bul biasanya mengisahkan kebaikan hati, perhatian dan cintanya bagi anggota keluarga yang ditinggalkan, termasuk juga tentang relasinya dengan masyarakat umumnya. Kadang kariernya, pekerjaan pokoknya diuraikan secara umum dalam syair lagu ratapan itu. Ciri-cirinya yang menonjol tidak dilupakan, seperti gaya berceritera, gaya jalan, atau tingkah laku menjadi ciri khasnya, senyumannya, dan lain-lain. Kalau yang meninggal itu masih anak-anak atau remaja, maka nama-nama teman bermainnya biasa disebut juga. Dan, mereka juga mengungkapkan harapan dan impian yang belum terwujud, cita-cita dan rencana layu sebelum berkembang.
Bagi yang tidak mengerti arti syair yang dikumandangkan dalam Bahasa Bunaq, tentu merasa lucu, dan ganjil. Tapi mereka yang mengerti, makna syair-syair yang diucapkan sambil meratap itu sangat menyayat hati.
Inilah salah satu bentuk perpisahan, ungkapan selamat jalan bagi sang arwah. Salam pisah yang didengungkan secara puitis sambil isak tangis pilu.

Bahasa Yang Unik

Bahasa Bunaq sering ditulis Buna'. Bahasa yang satu ini memiliki keunikan tersendiri. Karena semua huruf vokal dalam Bahasa Indonesia ternyata memiliki arti tersendiri. Huruf "A" berarti "makan" (kata kerja), dapat juga berarti "nasi" (kata benda). "A a" artinya "makan nasi". "A a gie" artinya: (mau makan nasi).

Sedangkan "i" berarti menggigit engkau. Dengan mengucapkan sebuah huruf "i" saja orang Bunaq atau yang sering disebut juga orang Marae ini sudah mengungkapkan satu kalimat pendek "menggigit engkau". Misalnya: "zi i, ka?" Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, kalimat itu berarti "ular gigit engkau, ka?" atau "i gie, ka?" (mau gigit engkau, ka?).

Huruf "u" berarti rumput (kata benda), hidup (kata kerja). Jadi "u u" artinya rumput hidup. "Hotel u bais oa" (hotel=pohon, u=hidup, bais=banyak, oa=sudah". Jika diterjemahkan menjadi "sudah banyak pohon (yang) hidup". Ingat, bukan "pohon hidup banyak sudah". "u a" artinya makan rumput".

Huruf "e" berarti "garam". "E a" artinya "makan garam". "I e a" artinya "kita makan garam". "Neto e a" = saya makan garam.

Huruf "O" berarti "udang" (kata benda), "darahmu". Jadi kalau orang Bunaq mengatakan "O u" berarti "udang hidup". Atau "O sai bais" artinya "darahmu keluar banyak". Tapi bisa juga berarti "udang keluar banyak" tergantung dari konteks pembicaraan.

"I u e a" berarti kita yang hidup makan garam. 

Suku Bunaq di Belu

Suku Bunaq merupakan salah satu suku kecil yang menetap di Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu di Pulau Timor, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia. Wilayah Lamaknen berbatasan langsung dengan bekas Propinsi Timor-TIMUR (Tim-tim) kala masih merupakan bagian integral dari negara kesatuan Indonesia. Namun hasil jajak pendapat 1999 silam, sejumlah besar warga itu memilih untuk berpisah dari Indonesia, dan kini telah menjadi sebuah negara baru tetangga Indonesia, yakni Timor Leste. Suku Bunaq dengan bahasa Bunaq atau sering disebut Marae ini tersebar juga di beberapa daerah lain seperti di wilayah Kecamatan Raihat di Desa Aitoun, juga wilayah Kecamatan Kobalima, di bagian selatan wilayah Belu. Sedangkan lainnya berada di wilayah barat Timor Leste, yakni wilayah yang berbatasan dengan Kecamatan Lamaknen. Baik dari segi bahasa harian maupun dalam kebiasaan adat setempat, orang Bunaq memiliki banyak keunikan yang membedakan mereka dari suku-suku lain di Belu. Dalam hal bahasa, misalnya, struktur kalimat sangat khas dengan susunan atau pola kalimat yang terbalik dibandingkan dengan pola kalimat Bahasa Indonesia. Dan sejumlah informasi menarik lainnya akan ditampilkan di web ini. Menyadari keterbatasan dalam menyediakan kisah-kisah unik tentang suku ini, dengan rendah hati kami menghimbau dan mengajak pembaca budiman yang memiliki sumber informasi tentang Suku Bunaq-Lamaknen agar turut berperan serta dalam kisah unik dari udik Bunaq.
Sekedar tambahan informasi, blog ini baru dimulai pada Sabtu, 07 Desember 2007 di Atambua, Belu, Pulau Timor, NTT. Dari segala keterbatasan inilah kita sama berpijak, tetapi lebih banyak menoleh ke masa lalu orang Bunaq dan merefleksikan suka-duka hidup saat ini kiranya dapat menentukan masa depan Bunaq yang diharapkan bersama.

Pengikut