Kisah-kisah Unik Tentang Orang Buna di Lamaknen, Belu, NTT

Identitas Saya

Foto saya
Atambua, Timor, Nusa Tenggara Timur, Indonesia
Hidup hanya bisa disyukuri. Banyak hal di luar jangkauan pikir saya, bukan karena Tuhan tidak percaya kekuatanku melainkan karena Tuhan mengasihi ku secara pasti. Keempat saudara/i ku telah kembali secepat itu, membuat orang menduga kematianku akan secepat itu pula. Tetapi lain dugaan manusia, Allah punya rencana tersendiri bagiku hingga saat ini. Kepadaku malah diserahkan 4 anak menggantikan kehadiran ke-4 saudara/i ku yang telah pergi....justru setelah menikah dengan Maria Ansila tanpa kehadiran ayah dan ibu kandungku. Sejak 2003 yang lalu saya bekerja di SMAK Suria Atambua sebagai guru. Dan pada Agustus 2017 mendapat tugas baru di SMAN 2 Tasifeto Timur di Sadi, Kecamatan Tasifeto Timur, Belu.

Selasa, 27 April 2010

Holon Tama

Holon berarti "menangis", bisa juga sebagai kata benda "tangisan" atau "ratapan". Tama artinya "masuk", bisa juga digunakan untuk pergi ke suatu tempat, rumah atau memasuki sebuah kampung.
Holon Tama yang dimaksud adalah rapatan pada saat anggota keluarga tertentu meninggal dunia. Biasanya saat melayat jenasah, orang Bunaq, terlebih kaum wanita pergi dalam kelompok-kelompok kecil. Di rumah duka, sambil mengelilingi jenasah, para wanita itu menangis meraung-raung sambil mengisahkan riwayat hidup anggota keluarga yang meninggal dunia itu. Tentunya hanya sejauh yang mereka ingat.
Yang unik bagi orang dari daerah lain, yaitu rapatan mereka seperti sebuah koor. Salah satu dari antara mereka menjadi solo tunggal. Dia membawakan Holon Bul, lalu dijawab serempak oleh pelayat lainnya yang disebut Holon Zewen.
Syair dalam Holon Bul biasanya mengisahkan kebaikan hati, perhatian dan cintanya bagi anggota keluarga yang ditinggalkan, termasuk juga tentang relasinya dengan masyarakat umumnya. Kadang kariernya, pekerjaan pokoknya diuraikan secara umum dalam syair lagu ratapan itu. Ciri-cirinya yang menonjol tidak dilupakan, seperti gaya berceritera, gaya jalan, atau tingkah laku menjadi ciri khasnya, senyumannya, dan lain-lain. Kalau yang meninggal itu masih anak-anak atau remaja, maka nama-nama teman bermainnya biasa disebut juga. Dan, mereka juga mengungkapkan harapan dan impian yang belum terwujud, cita-cita dan rencana layu sebelum berkembang.
Bagi yang tidak mengerti arti syair yang dikumandangkan dalam Bahasa Bunaq, tentu merasa lucu, dan ganjil. Tapi mereka yang mengerti, makna syair-syair yang diucapkan sambil meratap itu sangat menyayat hati.
Inilah salah satu bentuk perpisahan, ungkapan selamat jalan bagi sang arwah. Salam pisah yang didengungkan secara puitis sambil isak tangis pilu.

Bahasa Yang Unik

Bahasa Bunaq sering ditulis Buna'. Bahasa yang satu ini memiliki keunikan tersendiri. Karena semua huruf vokal dalam Bahasa Indonesia ternyata memiliki arti tersendiri. Huruf "A" berarti "makan" (kata kerja), dapat juga berarti "nasi" (kata benda). "A a" artinya "makan nasi". "A a gie" artinya: (mau makan nasi).

Sedangkan "i" berarti menggigit engkau. Dengan mengucapkan sebuah huruf "i" saja orang Bunaq atau yang sering disebut juga orang Marae ini sudah mengungkapkan satu kalimat pendek "menggigit engkau". Misalnya: "zi i, ka?" Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, kalimat itu berarti "ular gigit engkau, ka?" atau "i gie, ka?" (mau gigit engkau, ka?).

Huruf "u" berarti rumput (kata benda), hidup (kata kerja). Jadi "u u" artinya rumput hidup. "Hotel u bais oa" (hotel=pohon, u=hidup, bais=banyak, oa=sudah". Jika diterjemahkan menjadi "sudah banyak pohon (yang) hidup". Ingat, bukan "pohon hidup banyak sudah". "u a" artinya makan rumput".

Huruf "e" berarti "garam". "E a" artinya "makan garam". "I e a" artinya "kita makan garam". "Neto e a" = saya makan garam.

Huruf "O" berarti "udang" (kata benda), "darahmu". Jadi kalau orang Bunaq mengatakan "O u" berarti "udang hidup". Atau "O sai bais" artinya "darahmu keluar banyak". Tapi bisa juga berarti "udang keluar banyak" tergantung dari konteks pembicaraan.

"I u e a" berarti kita yang hidup makan garam. 

Suku Bunaq di Belu

Suku Bunaq merupakan salah satu suku kecil yang menetap di Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu di Pulau Timor, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia. Wilayah Lamaknen berbatasan langsung dengan bekas Propinsi Timor-TIMUR (Tim-tim) kala masih merupakan bagian integral dari negara kesatuan Indonesia. Namun hasil jajak pendapat 1999 silam, sejumlah besar warga itu memilih untuk berpisah dari Indonesia, dan kini telah menjadi sebuah negara baru tetangga Indonesia, yakni Timor Leste. Suku Bunaq dengan bahasa Bunaq atau sering disebut Marae ini tersebar juga di beberapa daerah lain seperti di wilayah Kecamatan Raihat di Desa Aitoun, juga wilayah Kecamatan Kobalima, di bagian selatan wilayah Belu. Sedangkan lainnya berada di wilayah barat Timor Leste, yakni wilayah yang berbatasan dengan Kecamatan Lamaknen. Baik dari segi bahasa harian maupun dalam kebiasaan adat setempat, orang Bunaq memiliki banyak keunikan yang membedakan mereka dari suku-suku lain di Belu. Dalam hal bahasa, misalnya, struktur kalimat sangat khas dengan susunan atau pola kalimat yang terbalik dibandingkan dengan pola kalimat Bahasa Indonesia. Dan sejumlah informasi menarik lainnya akan ditampilkan di web ini. Menyadari keterbatasan dalam menyediakan kisah-kisah unik tentang suku ini, dengan rendah hati kami menghimbau dan mengajak pembaca budiman yang memiliki sumber informasi tentang Suku Bunaq-Lamaknen agar turut berperan serta dalam kisah unik dari udik Bunaq.
Sekedar tambahan informasi, blog ini baru dimulai pada Sabtu, 07 Desember 2007 di Atambua, Belu, Pulau Timor, NTT. Dari segala keterbatasan inilah kita sama berpijak, tetapi lebih banyak menoleh ke masa lalu orang Bunaq dan merefleksikan suka-duka hidup saat ini kiranya dapat menentukan masa depan Bunaq yang diharapkan bersama.

Pengikut